TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menanggapi kritikan terhadap kinerja Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang. Dia menilai melorotnya kinerja BRIN disebabkan sistem Pemilihan Umum (Pemilu) yang menggunakan sistem proporsional terbuka.
Hasto memastikan kisruh soal kinerja itu sudah sampai ke kuping Ketua Dewan Pengarah BRIN, Megawati Soekarnoputri, yang juga Ketua Umum PDIP.
“Iya, sudah (Bu Mega mendengar kabar BRIN). Itu akibat proporsional terbuka,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jumat, 3 Februari 2023.
Hasto menjelaskan, salah satu penyebab kisruh kinerja terhadap BRIN adalah karena program Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab (MBBM) yang digagas sejak tahun lalu. Program ini dikemas dalam bentuk pelatihan yang disebut-sebut menguntungkan anggota dewan dan konstituennya di daerah pemilihan (dapil).
Hasto menjelaskan, sistem proporsional terbuka membuat anggota dewan mendorong program tersebut di dapil mereka. Padahal, kata dia, anggaran lembaga riset tersebut terbatas.
Dia menyebut BRIN sedang melakukan proses konsolidasi, membangun ekosistem, dan mendorong kegiatan riset serta inovasi. Bahkan, kata dia, banyak kinerja positif dari BRIN yang belum disampaikan ke publik.
Oleh sebab itu, Hasto mengatakan sudah menugaskan Ketua Fraksi DPR PDIP Utut Adianto serta Sekretaris fraksi Bambang Wuryanto untuk menindaklanjuti hal ini.
“Intinya, anggaran BRIN itu harus difokuskan pada membangun ekosistem untuk penelitian. Kalau elektoral itu, nanti yang lain,” kata dia.
Masalah kinerja BRIN disinggung Koran Tempo
Sebelumnya, Koran Tempo edisi 30 Januari 2023 mengungkap soal mandeknya sejumlah program strategis nasional. Misalnya soal program Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina-Tews), pengembangan pesawat udara Nir-Awak Medium Altitude Long Endurance (PUNA-MALE) dan pengembangan industri garam.
Tak hanya itu, ada juga masalah pengelolaan aset-aset riset BRIN yang berantakan hingga sejumlah proyek infrastruktur yang diduga bisa menyebabkan kerugian negara. BRIN juga dituding menghamburkan anggaran melalui program MBBM.
Tempo memperoleh sebundel dokumen rencana penyelenggaraan MBBM tahun 2023. BRIN disebut mengusulkan anggota Komisi VII DPR sejumlah 51 orang untuk mendapatkan jatah pelatihan.
Untuk setiap kali pelatihan, BRIN mengalokasikan Rp 150-300 juta. Dalam setahun, jatah pelatihan untuk tiap anggota dewan diperkirakan mencapai Rp 4,8 miliar.
Adapun jika ditotal untuk 51 orang, maka jatah anggaran program MBBM 2023 ditaksir mancapai Rp 244,8 miliar. Tak hanya anggota dewan, peserta pelatihan yang merupakan konstituen atau anggota partai juga mendapatkan benefit dari program ini.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun tengah melakukan audit keuangan BRIN yang merupakan leburan dari berbagai lembaga riset.
Kepada Koran Tempo, Laksana Tri Handoko mengatakan MBBM merupakan satu-satunya program diseminasi BRIN yang langsung ke masyarakat.
“Hal ini sesuai dengan aspirasi anggota Komisi VII DPR yang disampaikan selama rapat dengar pendapat yang terbuka untuk umum,” kata dia dalam wawancara 17 Januari lalu.
Menurut Handoko, Komisi VII memintanya agar MBBM dapat dilaksanakan di daerah pemilihan setiap anggota Dewan. Handoko menyetujui usulan tersebut asalkan sesuai dengan perundang-undangan. Tujuannya, diseminasi hasil-hasil riset BRIN yang dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat. Dia mengatakan BRIN membiayai pelaksanaan program sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
“Jelas tidak mungkin karena anggaran BRIN yang bersumber dari rupiah murni kurang dari 20 persen. Program MBBM hanya bisa memakai rupiah murni,” kata dia.
Handoko menceritakan anggaran BRIN justru difokuskan untuk riset dan penelitian dengan berbagai program. Salah satunya melalui metode call for proposal.
“Terserah peneliti, kalau mau ikut, ya, harus berkompetisi. Bukan kita menyuruh. Kalau peneliti disuruh, ya, di mana kreativitasnya,” ucap Handoko.
Selanjutnya, Komisi VII mendesak Kepala BRIN dicopot